Wednesday, October 28, 2015

Dalem Pingit Sebatu - Panglebur Mala dan Nunas Panugrahan

nyamenusanet.blogspot.com - Sebatu merupakan sebuah Desa yang memiliki banyak tempat spiritual yang besejarah, PANUGRAN DEWI UMA PANGLEBUR MALA

Pasiraman Pura Dalem Pingit dan Pura Kusti salah satu tempat yang diyakini mempunyai kesucian. Karena lokasi ini menjadi taman beji Ida Bhatara Pura Dalem Pingit dan Pura Kusti. Lokasi ini terdapat di Banjar/Desa Sebatu, Tegallalang, Gianyar, Bali. Menemukan tempat pasiraman ini tidak begitu mudah, Karena lokasinya agak tersembunyi dari jalan utama.

Untuk mencari tempat pengelukatannya,bertemu 2 buah patung yang ngengapit jalan masuk pertama,menghaturkan canang sari + rarapan yang sudah disiapkan dari rumah disana juga tersedia perlengkapan persembahyangan seandainya lupa atau perlengkapannya ketinggalan di rumah. Selanjutnya menyusuri jalanan menurun dengan beberapa anak tangga.bagi pemula memang dirasakan sangan jauh dan melelahkan tetapi kalau disekitar anak tangga ditemani dengan udara yang sejuk dan suara gemercik air dari selah-selah bebatuan,kadang kala kicauan burung yang seakan memberikan semangat untuk melewati tangga-tangga itu.

Sarana-Sarana untuk penangkilan / melukat disini yaitu:
1. daksina pejati,terutama bagi mereka yang pertama kali melukat.
2. .pejati yg dibawa hendaknya berisi pisang/biu kayu, berisi bunga tunjung warna bebas
3. sarana muspa menggunakan kuangen dengan menggunakan bunga jempiring,sekar tunjung biru & pis bolong (uang bolong) 11 kepeng.
4. Pakaian yg di pakai nangkil yaitu pakaian adat bali, pakaiannya langsung di pakai melukat atau boleh hanya memakai kain kamen dan disarankan untuk tidak memakai perhiasan.
Tempat pengelukatan

Tata cara melukat adalah sebagai berikut :
1. melakukan persembahyangan di pelinggih pura dalem pingit & kusti yang letaknya agak diatas dari tempat pesiraman,dengan menggunakan sarana kewangen. biasanya dipimpin oleh pemangku pada saat hari keagamaan seperti purnama, kajeng kliwon.
2. usai sembahyang,kewangen yang ada uang kepengnya dibawa kelokasi melukat. caranya, kewangen di letakan di depan jidat atau ubun ubun seperti saat kita muspa, dengan membasahi kepala dan ubun ubun, setelah kepala basah lepas kewangan agar hanyut bersama air.
3. setelah selesai melukat,pemedek sembahyang sekali lagi di pelingih yang ada di dekat batu, sekalian nunas tirta dan bija.

Air terjun yang terdapat di Pasiraman Pura Dalem Pingit dan Pura Kusti, menurut Jro Mangku Made Tantra yang tinggal di Banjar Sebatu, Tegallalang, Gianyar, sudah ada sejak dulu. Memang awalnya sudah napet, air terjun yang tidak begitu tinggi adalah kehendak alam yang mengucur sepanjang zaman. Hanya saja, belum dikenal sebagai genah (tempat) malukat.

Dikatakan Made Mantra bersama rekannya Jro Mangku Adi Armika yang ngayah di Pura Dalem Pingit, awalnya ada pemandu wisata (guide) dari Sebatu juga. Namanya Wayan Yudhi, mengantar tamu mandi. Kejadian tersebut tanggal 19 Nopember 2007, bertepatan rarahinan Kajeng Kliwon di mana bagi umat Hindu di Bali, Soma (Senin) Kajeng Kliwon dipandang sebagai hari keramat. Tamu yang diajak oleh Wayan Yudhi adalah tamu asing. Anehnya, tamu asing merasakan ketakutan dan lari. Tamu itu bercerita dan merasa kaget dan terkejut.

Pasalnya, tamu itu merasakan atau menemukan airnya berwarna. Berdasarkan cerita yang mengagetkan itu, masyarakat pun tidak menyia-nyiakan waktu dan ingin mengetahui apa yang terjadi di pasiraman tersebut. Warga setempat, kata Jro Mangku Made Mantra, beramai-ramai mendatangi lokasi, ingin melihat secara langsung. Tamu pun menceritakan dari mulut ke mulut bagaikan promosi. Pemandu wisata juga bercerita tentang terjadinya keunikan di lokasi air terjun yang kini disebut pasiraman Ida Bhatara Pura Dalem Pingit dan Pura Kusti.

Setelah heboh dan disaksikan oleh warga Sebatu, ternyata benar ada keunikan, di mana airnya berwarna yaitu warna Warna putih keruh, seperti air beras, warna seperti air teh atau warna merah, warna kekuning-kuningan tampak keruh (puek), tapi ada juga tidak berwarna sama sekali (murni) .
Setelah malukat, air yang ada di bawah kembali normal, artinya tidak berwarna lagi. Jro Mangku tidak berani spekulasi, apakah warna tersebut penyakit yang keluar dari mereka yang malukat, Jro Mangku enggan memberikan komentar, nanti takut salah.

“Yang jelas, kalau ada orang malukat, airnya menjadi keruh dan berwarna, tergantung orang yang malukat. Hanya saja, tidak semua mampu melihatnya. Terkadang bisa dilihat oleh orang banyak,”ujar I Made Mantra dengan heran.

Cerita demi cerita, di mana kebenaran air ada keunikannya dengan adanya tiga warna, prajuru Desa Sebatu mengadakan paruman atau Jro Mangku bilang mengadakan pararem. Dalam pararem diputuskan pada tanggal 24 Nopember 2007 bertepatan rarahinan Tumpek Landep (Sabtu, Kliwon, Landep). Dilakukan pamendakan tirta yang keluar di tempat. Setelah dipendak, urai Jro Mangku Made Mantra, digelar pararem kembali mohon secara niskala kepada Ida Ratu Sanghyang Pujung Kaja, Sebatu, Tegallalang.

Dengan adanya berbagai keunikan, berdasarkan bawos niskala juga, tidaklah salah air atau tirta yang menjadi pasiraman Ida Bhatara yang malingga di Pura Dalem Pingit dan Pura Kusti banyak menyimpan rahasia. Seperti dikatakan Jro Mangku Made Mantra yang sudah menjadi pamangku sejak kelas 2 SD, terdapat berbagai fungsi dari tirta yang ada dipasiraman. Dari kegunaan yang telah menjadi paican Ida Bhatara adalah: Kageringan, kageringan Pegawian Teluh Desti Teranjana, yang belum punya keturunan, juga sudah terbukti.

Tidak hanya sampai di sana, sekali lagi, prajuru kembali menggelar paruman (pararem) mohon petunjuk di mana dapat keputusan akan menghaturkan sane Jro Makalihan dipersilakan (kahaturan) melihat tempat malukat tersebut. Atas petunjuk yang ada, selanjutnya dibuatkan palinggih.

Setelah datang Jro Makalihan dan melakukan sembahyang, lagi karauhan (dites) dengan api. Ternyata yang karauhan tidak panas dengan api dan tidak basah dengan air. Dengan dilakukan acara tersebut, ternyata Ida Bhatara lagi mapaica secara niskala, dikatakan tirta yang keluar dari goa, adalah panugran Ida Dewi Uma.
Khusus bagi yang belum punya keturunan atau momongan, terutama pasangan suami istri, agar melakukan panglukatan sesering mungkin. Dianjurkan pasangan suami istri melakukan malukat bersama. Paica yang satu ini sudah dibuktikan dengan adanya umat atau penangkilan yang manghaturkan sasangi. Ada yang datang dari Petang, Badung, dari Lodtunduh, Gianhttps://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4029722753356270352#editor/target=post;postID=1759879563666479306yar dan banyak lagi yang datang naur sasangi (membayar kaul yang dimohonkan ketika malukat). Sekali lagi, harap Jro Mangku, bagi yang belum punya keturunan agar malukat bersama lanang-istri.

Berbagai keunikan sering terjadi. Jro Mangku bukan menakut-nakuti, asal tahu saja kejadian-kejadian yang sering terjadi di lokasi malukat. Sementara pantangan secara khusus tidak ada. Hanya saja, bagi yang kotor kain usahakan jangan berani melakukan panglukatan di sana. Karena sudah sering terjadi dampak bagi yang sakit maupun yang ingin mendapatkan paican Ida Bhatara.

Pantang Ajak Rare Belum Ketus Gigi
Diterangkan Jro Mangku Made Tantra yang ngayah di Pura Kusti dan Pura Melanting, Atas bawos niskala ini, Ida malinggih ring Sanghyang Klakah. Di mana tirta yang medal atau muncul dari goa tersebut merupakan pasiraman di Pura Dalem Pingit dan Pura Kusti. Bawos niskala mengatakan “Anak alit (anak kecil) belum ketus gigi (tangal) tidak boleh malukat di tempat tersebut. Ini bawos niskala, bukan mengada-ada dari prajuru,” tegas Jro Mangku Mantra apa adanya.
Tangga menuju Tempat pengelukatan

Berapa kali pun kesana tak pernah bosan dan menyerah karena begitu banyak hal positif yang di dapat disana,yang merasa belum pernah kesana coba saja.

Sumber : dikutif dari acount Facebook Dewi Bali
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10203605697822511&id=1817802025&__mref=message_bubble

Tuesday, October 6, 2015

Tari Sanghyang Jaran Di Nusa Penida Festival 2015 Pukau Penonton



nyamenusanet.blogspot.com - "Naga paling, naga paling ngalih toya, ngalih toya dong mebakat, tepuk api dong ceburan". Demikian nyanyian yang terdengar mengiringi tarian Sanghyang Jaran.

11 penari Sanghyang menari di tanah lapang stage 1 Batu Belek Nusa Penida Festival 2015. Nampak 2 penari dewasa dengan pakaian warna merah putih dan 9 penari anak-anak dengan pakaian warna merah putih pula.


Penonton yang berjubel yang mengitari Sanghyang Jaran teridiri dari masyarakat dan wisatawan. Sesekali penari Sang Hyang jaran yang sedang trance keluar dari lingkran penonton.

Di pengunjung acara para penari tanpa menggunakan alas kaki ini menginjak bara api. Bara api padam tanpa menyebabkan para penari kakinya terbakar. Para penonton bertepuk tangan dengan riuh menyaksikan atraksi Sang Hyang Jaran.

Sang Hyang Jaran adalah warisan budaya yang dimiliki Nusa Penida yang masih kini terjaga keberadaannya. Pada Nusa Penida Festival 2015 ini ditunjukkan kepada para wisatawan bahwa Nusa Penida memiliki pariwisata yang komplit.

Sumber : http://sukadanawayan.blogspot.co.id/2015/10/tari-sanghyang-jaran-di-nusa-penida.html

Lomba Perahu Layar Mini Tunjukan Budaya Bahari Nusa Penida

nyamenusanet.blogspot.com - Diikuti 62 orang peserta, lomba perahu layar mini diselenggarakan di depan panggung Nusa Penida Festival 2015 dekat jembatan Kuningan Lembongan Ceningan (4/10/2015). Lomba perahu layar mini diselenggarakan setelah lomba megolok sampan usai. Lomba perahu layar mini juga dilepas Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta.

Banyaknya animo peserta lomba perahu layar mini menunjukkan budaya bahari Nusa Penida yang berkembang sejak dulu. Hoby mengkoleksi perahu layar mini kian hari semakin banyak. Bahkan perahu layar yang sering menang lomba dihargai sampai Rp. 3 juta rupiah perbuah.

Lomba perahu layar mini diikuti peserta dari masyarakat Nusa penida Gede dan Lembongan. Para peserta dari Nusa Penida Gede diseberangkan khusus dengan perahu yang disediakan panitia. Panitia menyediakan hadiah untuk juara 1 sejumlah 2.5 juta, Juara 2 Rp. 2 juta rupiah, Juara 3 Rp. 1.5 Juta dan Juara 4 Rp. 1 Juta.

Selain hadiah itu disediakan hadiah hiburan masing-masing Rp. 300 ribu rupiah. Teknis perlombaan siapa yang paling awal masuk gawang, ia yang dikukuhkan panitia sebagai menang. Gawang yang dimaksud adalah dua buah bendera yang ditancapkan ditengah laut.

Bentuk perahu layar mini dirancang seperti perahu layar untuk menangkap ikan oleh nelayan. Ukurannya kurang dari 1 meter, layarnya menggunakan plastik. Saat di lepas, perahu layar di beri tali seperti layang-layang dipegang oleh pemilik. Menuju finish yang telah disiapkan panitia.
sumber : http://sukadanawayan.blogspot.co.id/2015/10/lomba-perahu-layar-mini-tunjukan-budaya.html

Heboh, 1000 Penari Rejang Massal Di Laut Lembongan, Nusa Penida




nyamenusanet.blogspot.com - Di dekat Jembatan Kuning yang menghubungkan Pulau Lembongan dengan Ceningan, 1000 penari rejang menari saat laut mulai pasang (3/10/2015). Didahului dengan upacara pekelem (upacara menenggelamkan sesaji ke laut), penari yang terdiri dari anak-anak, para siswi dan PKK menari rejang.


Tari rejang yang bermakna untuk menyambut hadirnya para dewa-dewi yang turun ke dunia, untuk memberikan keselamatan dan kesejahteraan pada umat manusia, serangkaian dengan pujawali di Pura Bakung Ceningan dan Nusa Penida Festival 2015.


Menurut Ketut Narya Sabha Desa Lembongan mengatakan pekelem dan rejang dewa massal 1000 penari sebagai wujud penghormatan pada Dewa-Dewi yang telah memberi keselamatan dan kesejahteraan, Khususnya Dewa Laut Dewa Baruna. Mengingat Nusa Penida khususnya Lembongan hidupnya dari laut. "Bagaimanapun upaya kita secara skala (duniawi), tanpa restu niskala (Tuhan) semua akan sia-sia. Dan Untuk itu kita mohon keselamatan kepada Beliau", Ketut Narya.

Lebih lanjut Ketut Narya juga mengungkapkan Fenomena isu Buaya yang muncul di laut Nusa Penida adalah tanda-tanda niskala agar kita senantiasa menjaga laut tetap lestari. Ini sangat penting terkait dengan Nusa Penida Festival 2015 dengan slogan Enjoy The Blue Paradise, Nusa Penida Sebagai Surga Biru yang memikat. Laut telah memberikan kehidupan pada laut.

Sementara itu nampak hadir Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta, beserta wakil Bupati Klungkung I Made Kasta di panggung bersama dengan penabuh gong. Karena sedemikian antusiasnya warga yang menyaksikan rejang Dewa masaal 1000 penari, jembatan Kuning harus diberlakukan tutup buka karena ramainya.

Ketika tari rejang sudah selesai nampak ada kejadian para penari rejang kerauhan (kerangsukan). Meraka berteriak-teriak dan ada pula menari. Suasana semakin ramai dengan kejadian ini ketika para penonoton perempuan juga ikut kerauhan . Nampak panitia dan para pemuka agama memberikan ketenangan dengan memercikan tirta. Suasana kembali tenang ketika Bupati Klungkung akan memberikan sambutan.
sumber : http://sukadanawayan.blogspot.co.id/2015/10/heboh-1000-penari-rejang-massal-di-laut.html