Sunday, January 24, 2016

Makna dan Jenis Kulkul di bali Sebagai Alat Komunikasi Tradisional

Kulkul Bali
Nyamenusanet.blogspot.com - Kulkul adalah alat komunikasi tradisional masyarakat Bali, berupa alat bunyian yang umumnya terbuat dari kayu atau bambu, dan benda peninggalan para leluhur. Di setiap organisasi tradisional di Bali, terdapat setidaknya sebuah kulkul. Selain di Bali, Kulkul yang lazimnya disebut dengan kentongan, terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia. Untuk itu, kulkul dijadikan alat komunikasi tradisional oleh masyarakat Indonesia.

Pada zaman Jawa-Hindu, kulkul disebut ’Slit-drum’ yaitu berupa tabuhan dengan lubang memanjang yang terbuat dari bahan perunggu. Pada masyarakat Bali, istilah kulkul ditemukan dalam syair Jawa-Hindu Sufamala. Beberapa lontar Bali, juga menyebutkan keberadaan kulkul seperti Awig-awig Desa Sarwaada, MarkaNdeya Purana, dan Diwa Karma. Keempat naskah kuno Bali ini, mengungkapkan pentingnya kayu, yang bermakna pikiran dalam kehidupan manusia, yang biasa disebut dengan kulkul. Kayu adalah bahan dasar dari kulkul yang erat hubungannya dengan manusia. Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kulkul lebih dikenal dengan nama ’Tongtong’.

Untuk menyebutkan suatu keadaan, umat Hindu Bali menggunakan istilah "ala ayuning dewasa" artinya dewasa yang baik dan dewasa yang kurang baik. Kedua hal ini sulit dipisahkan bahkan selalu berdampingan. Demikian pula dalam pembuatan sebuah kulkul dari kayu biasa menjadi sebuah alat bunyian bernilai sakral dan keramat, harus mengalami pemrosesan yang cukup panjang. Dimulai dari mencari bahan, menebang kayu sampai kepada proses pembuatannya harus melalui serentetan upacara. Para pembuat kulkul harus melakukan tahap-tahap upacara guna mencari dewasa yang baik dan menghindari dewasa yang kurang baik, dari awal hingga akhir pembuatan kulkul. Sampai kepada tahap melepaskan sebuah kulkul juga harus melalui sebuah upacara. Apabila tahapan upacara sudah dilaksanakan maka kulkul telah memiliki kekuatan magis dan dianggap sebagai benda suci serta keramat.

Bagi masyarakat Bali, kulkul mempunyai nilai yang sakral. Nilai sakral sebuah kulkul ini didukung sepenuhnya oleh agama Hindu Bali yang diyakini masyarakat Bali secara umum. Nilai sakral tersebut terutama berada pada kulkul yang tersimpan di Pura-pura besar di Bali yang dianggap sebagai wujud nyata beryadnya sehingga apabila terjadi penyimpangan dalam penggunaannya maka segera upacara penyucian dilakukan. Oleh karena itu kulkul diletakkan pada sebuah bangunan yang disebut ’Bale Kulkul’, tepatnya digantungkan pada sudut depan pekarangan pura atau banjar.

Secara teknis, kulkul terbuat dari seruas bambu berukuran cukup besar, yang mana kedua belah buku ruasnya dilubangi, dan sepanjang badan bambu itu dibuat lubang memanjang. Adakalanya kulkul dibuat dengan dua alur lubang yang sejajar, satu lubang besar, dan satu lubang yang lebih kecil. Ada pula yang terbuat dari dari potongan kayu, panjangnya kira-kira satu sampai dua meter, dikorek pula sepanjang badannya untuk membuat lubang memanjang, dan bagian dalamnya dibuat menggerongong. Kedua ujungnya ditutup atau tertutup oleh karena pengorekan bagian dalam kayu tersebut dijaga agar tidak sampai menembus kedua bagian ujungnya.

Kulkul mempunyai fungsi yang berkaitan erat dengan kegiatan banjar. Berikut merupakan beberapa fungsi dari kulkul:

Tanda Pertemuan Rutin
Masyarakat Bali biasanya melakukan pertemuan rutin sebulan sekali pada setiap banjar. Menjelang hari pertemuan, terlebih dahulu kulkul dipukul dengan sebuah alat pemukul dari kayu. Suara kulkul akan terdengar sampai ke pelosok banjar. Suara tersebut merupakan panggilan kepada warga untuk segera berkumpul di tempat yang sudah disepakati bersama.

Tanda Pengerahan Tenaga Kerja
Selain sebagai tanda pertemuan, bunyi kulkul juga mengandung arti untuk pengerahan tenaga kerja. Pengerahan tenaga kerja tersebut ada yang sudah direncanakan, dan ada pula yang sifatnya mendadak. Bentuk pengerahan tenaga kerja yang sudah direncanakan contohnya gotong royong membersihkan desa, mempersiapkan upacara di pura bagi masyarakat Bali, dan mencuci barang-barang suci. Pengerahan warga diawali dengan terdengarnya suara kulkul. Segera, setelah warga berkumpul, mereka secara bersama-sama melakukan aktivitas membersihkan desa. Sedangkan contoh pengerahan tenaga kerja yang sifatnya mendadak, umumnya seperti menanggulangi kejadian yang tiba-tiba menimpa banjar. Kejadian itu dapat berupa kebakaran, banjir, orang mengamuk, dan pencuri. Bunyi kulkul terdengar cepat dan panjang sekaligus sebagai isyarat supaya warga segera datang atau berjaga-jaga karena ada bahaya mengancam.

Tanda Gejala Alam
Di samping sebagai tanda pertemuan rutin dan pengerahan tenaga kerja, kulkul seringkali digunakan ketika terjadi gejala alam seperti gerhana bulan yang akan disambut oleh seluruh banjar. Masyarakat Bali berkeyakinan bahwa gerhana bulan terjadi karena bulan dimangsa oleh Kalarau. Bunyi kulkul yang menggema di seluruh Bali akan menghilangkan konsentrasi Kalarau, sehingga ia akan melepaskan bulan kembali.

Ada empat jenis kulkul yang dikenal oleh masyarakat Bali yaitu Kulkul Dewa, Kulkul Bhuta, Kulkul Manusia, dan Kulkul Hiasan.

Kulkul Dewa
Kulkul Dewa adalah kulkul yang digunakan saat upacara Dewa Yadnya. Kulkul Dewa dibunyikan ketika memanggil para dewa. Ritme yang dibunyikan sangat lambat dengan dua nada yaitu ‘tung.... tit.... tung.... tit.... tung.... tit’ dan seterusnya.

Kulkul Bhuta
Kulkul Bhuta adalah kulkul yang digunakan saat upacara Bhuta Yadnya. Kulkul Bhuta dibunyikan apabila akan memanggil para Bhuta Kala guna menetralisir alam semesta sehingga keadaan alam menjadi aman dan tenteram.

Kulkul Manusa
Kulkul Manusa adalah kulkul yang digunakan untuk kegiatan manusia, baik itu rutin maupun mendadak. Kulkul Manusa terbagi atas tiga jenis yaitu Kulkul Tempekan, Kulkul Sekeha-sekeha, dan Kulkul Siskamling. Bunyi ritme kulkul manusa untuk kegiatan yang rutin ialah lambat dan pendek, sedangkan pada kegiatan mandadak, terdengar cepat dan panjang.

Kulkul Hiasan
Diberi nama kulkul hiasan karena kulkul ini diberi hiasan-hiasan untuk menambah keindahannya. Biasanya kulkul ini sering dijadikan oleh-oleh atau buah tangan. Para wisatawan yang datang ke pulau Bali menganggap kulkul sebagai sebuah barang antik.

Hampir seluruh kegiatan yang dilakukan masyarakat Bali mengikutsertakan kulkul. Bahkan, dalam upacara pemanggilan para Dewa, dimulai dengan membunyikan alat ini. Kulkul juga hampir selalu hadir dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Dalam acara pagelaran atau pertunjukan seni, mulai dari pertunjukkan Gamelan Anyar, Tektekan, sampai pada seni Karawitan, semuanya menggunakan kulkul sebagai pelengkap dari pertunjukan tersebut. Selanjutnya, kulkul juga digunakan dalam upacara-upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Salah satu upacara adat tersebut seperti upacara mesabatan biu atau yang dikenal pula dengan perang pisang, yaitu upacara untuk menunjukkan seorang pemuda telah memasuki usia akil balig dan telah menjadi dewasa. Selain itu, kulkul kerap kali digunakan dalam tradisi-tradisi masyarakat Bali, contohnya dalam tradisi ngoncang. Tradisi ngoncang merupakan tradisi memukul kulkul (kentongan) bambu keliling desa. Tujuan dari ritual 'ngoncang' adalah memanggil para leluhur yang telah diaben. Tradisi ngoncang ini merupakan tradisi turun-temurun yang dilakukan oleh para krama desa. Tradisi ini memakai sarana kentongan atau kulkul bambu dan dipukul sesuai irama yang telah diatur oleh anggota sekaa ngoncang. Belakangan, kulkul juga selalu hadir dalam setiap pembukaan atau peresmian acara, dan digunakan sebagai simbol bahwa acara tersebut telah resmi dibuka.

Jadi, sebuah kulkul dapat dikatakan bukan saja merupakan alat tradisional, melainkan suatu media komunikasi tradisional yang menjembatani komunikasi masyarakat Bali, baik antara manusia dengan Dewa, manusia dengan penguasa alam, maupun manusia dengan sesamanya. Selain itu, kulkul juga diyakini mampu membentuk rasa persatuan dan kesatuan di dalam kehidupan masyarakat Bali. Dengan demikian, peranan kulkul sebagai media komunikasi tradisional masyarakat Bali sangatlah besar. Kulkul berperan untuk menyampaikan simbol-simbol atau kode-kode yang dapat dimaknai secara langsung seperti ritme pukulan maupun nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya, seperti rasa persatuan dan kesatuan, kepada seluruh masyarakat Bali.
 
Sumber : http://beritabali.com/read/2011/07/11/201107020012/Kulkul-Alat-Komunikasi-Tradisional-Masyarakat-Bali.html

Tau Ga sih: Sejarah Pantai Pandawa dan Penampilannya Tahun 1978

Nyamenusanet.blogspot.com - Tau gak sih, Sebelum dikenal banyak orang seperti saat ini, Pantai Pandawa merupakan pantai tersembunyi, sehingga dijuluki "Secret Beach" atau pantai rahasia. Tidak ada yang membayangkan Secret Beach akan terpopules seperti saat ini dengan nama Pantai Pandawa.

Pantai Pandawa, terletah di Desa Kutuh, Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali. Dibutuhkan waktu 30 perjalanan dari Denpasar Kota dengan Sepeda Motor dan 45 menit dengan kendaraan roda empat.

Tahun 1970 an, tak banyak orang yang tahu tentang keberadaan pantai ini. Hanya sebagian peselancar dan warga setempat yang datang ke sana.

Hal itu terjadi karena posisi pantai ini tersembunyi di balik tebing-tebing kapur raksasa. Warga setempat menjulukinya "Secret Beach". 

Karena punya potensi wisata besar, akhirnya pemerintah setempat pada tahun 2012, secara resmi membuka pantai itu untuk umum. Ada lima patung keluarga Pandawa dan satu patung ibu Pandawa, Dewi Kunti, yang berdiri di tebing di sisi kiri dari arah pintu masuk.

Ini Foto Sejarah Pantai Pandawa atau dulu di sebut Screat Beach :
sumber foto :sejarahbali.com/Pantai Pandawa 1978/Ketut Suyasa
 

Makna Setiap Bagian Yang Terkandung Dalam Canang Sari dan Sejarahnya di Bali

Canang Sari - Bali
Nyamenusanet.blogspot.com - Canang Sari merupakan upakāra (perlengkapan) keagamaan umat Hindu di Bali untuk persembahan tiap harinya. Persembahan ini dapat ditemui di berbagai Pura, tempat sembahyang kecil di rumah-umah, dan di jalan-jalan sebagai bagian dari sebuah persembahan yang lebih besar lagi. Dikutip dari berbagai bersumber menyebutkan bahwa canang sari merupakan ciptaan dari Mpu Sangkulputih yang menjadi sulinggih menggantikan Danghyang Rsi Markandeya di Pura Besakih.

Canang sari ini dalam persembahyangan penganut Hindu Bali adalah kuantitas terkecil namun inti (kanista=inti). Kenapa disebut terkecil namun inti, karena dalam setiap banten atau yadnya apa pun selalu berisi Canang Sari. Canang berasal dari kata “Can” yang berarti indah, sedangkan “Nang” berarti tujuan atau maksud (bhs. Kawi/Jawa Kuno), Sari berarti inti atau sumber. Dengan demikian Canang Sari bermakna untuk memohon kekuatan Widya kehadapan Sang Hyang Widhi beserta Prabhawa (manifestasi) Nya secara skala maupun niskala.

Unsur-unsur dari canang sari pun mempunyai makna dan simbolisme yaitu sebagai berikut:

1. Ceper, merupakan sebuah alas dari canang yang memiliki bentuk segi empat dan melambangkan angga-sarira (badan). Keempat sisi ceper melambangkan pembentuk angga-sarira, yaitu Panca Maha Bhuta, Panca Tan Mantra, Panca Buddhindriya, dan Panca Karmendriya. Canang yang dialasi ceper merupakan simbol Ardha Candra, sedangkan yang dialasi oleh tamas kecil merupakan simbol dari Windhu.

2. Beras (Wija/Pija), merupakan sebuah lambang Sang Hyang Ātma atau yang membuat badan mejadi hidup, melambangkan benih di awal kehidupan yang bersumber dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujud Ātma.

3. Porosan, biasanya terbuat dari daun sirih, kapur, dan jambe (gambir) yang melambangkan Tri-Premana, yang terdiri dari Bayu (perbuatan), Sabda (perkataan), dan Idep (pikiran).Ketiganya membuat tubuh yang bernyawa dapat melakukan aktivitas. Porosan juga melambangkan Trimurti, yaitu Siwa (kapur), Wisnu (sirih), dan Brahma (gambir). Porosan mempunyai makna bahwa setiap umat harus mempunyai hati (poros) penuh cinta dan welas asih serta rasa syukur yang mendalam kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

4. Jajan,Tebu & Pisang, ketiga itu merupakan simbol dari Tedong Ongkara yang melambangkan kekuatan Upetti, Stiti, dan Pralinan dalam kehidupan di alam semesta.

5. Sampian Uras / Duras, melambangkan roda kehidupan dengan astaa iswaryanya (“delapan karakteristik’) yang menyertai setiap kehidupan umat manusia.

6. Bunga, merupakan salah satu bagian yang membuat canang terlihat lebih menarik. Dan setiap warna dan peletakan bunga pada canang mempunyai makna atau melambangkan sesuatu.
  • Bunga berwarna Putih disusun di Timur sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Iswara.
  • Bunga berwarna Merah disusun di Selatan sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Brahma.
  • Bunga berwarna Kuning disusun di Barat sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Mahadewa.
  • Bunga berwarna Biru atau Hijau disusun di Utara sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Wisnu.
  • Kembang Rampai disusun ditengah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Panca Dewata.
7. Kembang Rampai, memiliki makna sebagai lambang kebijaksanaan. Bermacam-macam bungai ada yang harum dan ada yang tidak berbau, melambangkan kehidupan manusia tidak selamanya senang atau susah. Untuk itulah, dalam menata kehidupan, manusia hendaknya memiliki kebijaksanaan.

8. Lepa/ Boreh Miyik, merupakan lambang sebagai sikap dan perilaku yang baik. Perilaku menentukan penilaian masyarakat terhadap baik atau buruknya seseorang.

9. Minyak Wangi, melambangkan ketenangan jiwa atau pengendalian diri. Dalam menata kehidupan, manusia hendaknya hendaknya menjalankannya dengan ketenangan jiwa dan pengendalian diri yang baik.

Sumber : http://inputbali.com/sejarah-bali/sejarah-dan-makna-canang-sari-di-bali

Larangan Atau Pantangan Suami Pada Saat Istri Hamil Menurut Lontar Hindu-Bali

Nyamenusanet.blogspot.com - Setiap tempat selalu mempunyai tradisi atau kepercayaan tentang sebuah pantangan-pantangan. Khususnya dalam kepercayaan Hindu di Bali, jika istri sedang hamil ada beberapa pantangan bagi suami yang tidak boleh dilakukan. Berikut pantangan bagi para suami yang saat ini istrinya sedang hamil khususnya menurut Hindu di Bali.

Pantangan Hamil Secara Umum Pada umumnya pantangan yang tidak boleh dilakukan bagi suami yaitu :
1. Menjelekkan, menghina, merendahkan orang lain
2. Menyiksa binatang
3. Makan atau minum berlebihan apalagi sampai mabuk
4. Berjudi
5. Pantangan Hamil Dalam Kanda Pat Rare

Dalam ajaran Kanda Pat Rare juga dijelaskan pantangan yang tidak boleh dilakukan bagi suami yaitu : 1. Tidak membangunkan istri yang sedang tidur.
2. Tidak melangkahi (ngungkulin) istri yang sedang tidur
3. Pada saat istri yang sedang hamil itu lagi makan, dilarang anglawatin (membayangi dengan bayangan badan) terhadap nasi atau makanan yang sedang dimakannya.
Dalam ajaran kanda pat rare diyakini bahwa, perkembangan bayi berkaitan dengan penstanaan para dewa di tubuh bayi, demikian juga para leluhur mulai berhubungan dengan bayi anda. Sehingga untuk menghormati beliau yang sedang berhubungan dengan pembentukan bayi dalam kandungan, hendaknya suami menghormatinya dengan cara tidak melangkahi ataupun membangunkannya dengan mengkejutkan pada saat istri anda tidur.
Pantangan Hamil Dalam Lontar Eka Pertama

Dalam Lontar Eka Pertama juga dijelaskan hendaknya seorang suami melakukan swadharma agar menurunkan anak yang baik (dharma putra), yaitu tidak diperkenankan: 1. Membangun rumah
2. Memotong rambut
3. Menyelenggarakan pengangkatan anak
4. Membuat pagar rumah atau pagar ladang
5. Memperistri wanita lain
6. Selingkuh

Larangan-larangan berlaku bagi suami tersebut, konon merupakan petuah dari Bhatara Brahma yang disampaikan kepada Bhagawan Bergu.

Sedangkan yang sebaiknya dilakukan oleh para suami ketika istri sedang hamil menurut Bhuwana Kosa, Wrhaspati Tattwa, dan Mahabharata, adalah sebagai berikut : 1. Membuat perasaan istri tenang/ damai/ aman/ terlindungi
2. Melakukan derma (Drwya Yadnya – dana punia)
3. Rajin sembahyang, bersamadhi, bermeditasi
4. Membaca Mahabharata
5. Pada usia kehamilan 7 bulan, adakan upacara megedong-gedongan (kalau mungkin/ bisa) Kalau tidak, sembahyang biasa ditujukan kepada Bhatara Guru (Sanghyang Widhi) mohon keselamatan bayi dan ibunya.
6. Mengendalikan panca indria, bila mampu berpuasa setiap bulan purnama dan tilem.
Disamping itu, pada saat istri hamil, bila ia sedang makan, hendaknya jangan diajak bicara, apalagi diberi kata-kata kotor, kasar, keras yang membuatnya tersinggung dan sakit hati. Karena, Sang Hyang Urip sedang bersemayam pada orang yang sedang makan.

Itulah sebabnya kemudian muncul mitos yang mengatakan, tidak boleh membunuh orang yang sedang makan, walaupun dia seorang penjahat atau musuh sekalipun. Maka dari itu, bagi suami-istri agar semua pikiran, perkataan dan perbuatan, diarahkan pada ajaran-ajaran kebajikan (dharma), agar terhindar dari malapetaka, baik bagi mereka berdua, maupun anak yang dikandungnya.

Larangan Untuk Wanita Yang Hamil Jika dalam tradisi agama Hindu di Bali pada umumnya untuk wanita yang sedang mengandung tidak diperbolehkan untuk melakukan upacara mepandes atau potong gigi

Dasar acuannya: Lontar Catur Cuntaka. Penjelasan:

1. Mepandes adalah suatu upacara yang menyebabkan diri cuntaka.
Lamanya cuntaka, saat dia naik ke bale petatahan, selama metatah, dan sampai selesai, diakhiri dengan mabeakala. Setelah mabeakala barulah cuntakanya hilang. Prosesi itu memakan waktu antara 1-2 jam. Walaupun masa cuntaka itu singkat, tetap saja Ibu itu kena cuntaka.

2. Bayi atau jabang bayi yang ada dalam kandungan adalah roh suci yang patut dihormati, dipuja atas perkenan Sanghyang Widhi yang “mengijinkan” roh itu menjelma kembali menjadi manusia (walaupun masih berupa janin).

Jadi Ibu yang mengandung bayi yang suci, patut dihindarkan dari penyebab-penyebab cuntaka. Tidak hanya potong gigi saja, tetapi juga semua jenis cuntaka, misalnya: ngelayat orang mati, mengunjungi penganten (pawiwahan), memegang orang-orang sakit (sakit gede – lepra, aids dll).

Jadi demi keselamatan Ibu dan Bayi, sebaiknya upacara potong gigi itu ditunda sampai bayinya lahir dan sudah berusia lebih dari 3 bulan.

Semoga artikel ini dapat bermanfaat. Jika terdapat penjelasan yang kurang lengkap atau kurang tepat. Mohon dikoreksi bersama.Suksma…


Sumber : http://inputbali.com/budaya-bali/pantangan-bagi-suami-yang-istrinya-hamil-menurut-hindu-bali